oleh

FH Unpatti Nilai Banyak Kelemahan Dalam Penerapan Perwali 18/2020

Ambon, Marinyo.com- Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Hendrik Salmon menilai masih banyak kelemahan yang ditemukan dalam penerapan Peraturan Walikota (Perwali) Ambon Nomor 18 Tahun 2020 tentang pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Kelemahan-kelemahan ini, kata dia, yang mesti dievaluasi Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon jika nantinya ingin memperpanjang waktu pelaksanaan PSBB di Kota Ambon.

“Kita datang memberikan evaluasi kajian terhadap penerapan Perwali Nomor 18 Tahun 2020. Karena sering kalau di media itu membicarakan Perwali dengan konflik maka yang kena imbas adalah dosen.

Karenanya kita buat klarifikasi dan kita membuat sandingannya. Kalau Perwali ini mau diperpanjang mesti ada evaluasi yang jelas sehingga masyarakat tidak dirugikan,” tandas Salmon yang didampingi beberapa dosen Fakultas Hukum Unpatti usai menemui Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku, Kasrul Selang, Rabu (1/7/2020) di Kantor Gubernur Maluku.

Masih kata Salmon, hal yang harus dievaluasi adalah menyangkut potensi-potensi konflik yang dilakukan masyarakat terkait penerapan Perwali dimaksud.

Menurut dia, pos-pos chek point yang ditempatkan di beberapa lokasi sebaiknya itu ditiadakan karena tidak maksimal dan mengeluarkan anggaran yang besar.

Sebaiknya lanjut dia, Pemkot memberdayakan aparatur yang ada dibawah mulai dari RT, RW dan Lurah untuk mengatur arus masuk keluar masyarakat.

“Bagaimana itu kalau ada pada wilayah-wilayah yang ada di zona merah, hijau, kuning dan sebagainya seperti yang dikatakan walikota. Mereka ini yang yang harus diberdayakan adalah RT, RW dan kelurahan, sehingga ketika ada orang yang masuk mereka ada mempunyai surat untuk ditunjukkan bahwa kepentingan apa,” jelas dia, sembari menambahkan resiko dari penerapan ini mesti Jaring Pengaman Sosial (JPS) bagi mereka yang terdampak sudah berjalan.

Sayangnya lanjut Salmon, dari evaluasi yang dilakukan masih banyak bantuan yang mangkal di kantor kelurahan.

Pertanyaannya siapa yang belum mengambil? Apakah JPS ini sudah terfasilitasi ke masyarakat yang terdampak ataukah tidak? Kalau tidak terfasilitasi mau tidak mau mereka harus menuju ke wilayah-wilayah publik.

Olehnya itu staf pengajar dari Fakultas Hukum Unpatti memberikan skenario ke Gustu Provinsi bahwa jika PSBB ini mau diperpanjang boleh-boleh saja, tetapi harus diikuti dengan evaluasi.

“Dari evaluasi kita penerapan PSBB itu tidak membawa dampak. Karena apa? yang walikota bicara dalam beberapa kesempatan itu baik sayangnya itu tidak diterjemahkan di dalam Perwali itu sendiri.

Dicontohkan, di Pasar Mardika adakah proses pengaturan disana ataukah tidak? Perwali itu dari sejak berlaku sampai sekarang di pasar itu masih berdesakkan.

Yang kita usulkan jika dianalisa secara baik jika kekuatan pasar Mardika itu misalnya 500 orang maka petugas yang memegang termogan harus hitung dan lakukan pembatasan, dan harus mempunyai prosedur dan dia harus beritahukan kepada masyarakat. Inilah makna pembatasan yang dimaksudkan,” jelas dia.

Salmon juga mempertnyakan prosedur sanksi yang diberikan bagi yang tidak menggunakan masker. Dimana, ada perbedaan yang sangat menyolok dari penerapan sanksi itu.

“Bayangkan yang berbocengan dan tidak menggunakan masker dikenakan sanksi 50 ribu tetapi bagi pedagang yang tidak gunakan masker sanksinya 250 hingga 500 ribu ini kan aneh. Padahal subjek hukumnya kan sama,” ujar dia.

Belum lagi siapa yang bisa mempertangungjawabkan uang-uang hasil sanksi itu. Sebab
mekanisme penarikkan denda itu ada diatur dalam undang-undang.

“Kalau yang terjadi seperti sekarang ini siapa yang bisa mempertangungjawabkan itu,” tambah dia. (Mry-01)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed